Menurut Kurt Lewin, perubahan organisasi merupakan suatu
yang sistematis yakni perubahan dari suatu topik yang hanya menarik
untuk beberapa akademisi dan praktisi menjadi suatu topik yang menarik untuk
para eksekutif perusahaan untuk kelangsungan hidup organisasi.
Berdasarkan Buku Change
Management karangan Jeff Davidson bahwa Manajemen Perubahan (Change
Management) merupakan sebuah proses penyejajaran (alignment) berkelanjutan
sebuah organisasi dengan pasarnya dan melakukanya lebih tanggap dan efektif
dari pada para pesaingnya. Dimana
Manajemen Perubahan adalah upaya yang dilakukan untuk mengelola akibat-akibat
yang ditimbulkan karena terjadinya perubahan dalam organisasi. Perubahan
dapat terjadi karena sebab-sebab yang berasal dari dalam maupun dari luar
organisasi tersebut.
Hampir semua ahli berpendapat bahwa pengembangan
organisasi bertujuan melakukan suatu perubahan. Dengan demikian, penyempurnaan
dalam organisasi sebagai suatu sarana perubahan yang harus terjadi maka
kemudian secara luas pengembangan organisasi dapat diartikan pula sebagai
perubahan organisasi. Ditambahkan pula, perubahan organisasi merupakan suatu
pendekatan dan teknik perubahan organisasi yang di dalamnya terkandung suatu
proses dan teknologi untuk penyusunan rancangan, arah dan pelaksanaan perubahan
organisasi secara berencana.
Perubahan organisasi adalah upaya masyarakat dalam
organisasi tersebut, bekerja sama dalam mencapai suatu tujuan yang sama, dengan
melakukan perubahan-perubahan organisasi dalam berbagai aspek. Atau melakukan
berbagai penyesuaian dengan perkembanagn zaman yang terus berkembang. Agar tujuanya dapat tercapai, dan dapat
bertahan dalam perubahan besar dunia.
2. Dimensi Perubahan
Manajemen
perubahan bukanlah proses yang mudah. Perubahan dalam bentuk apapun selalu
menyakitkan dan jarang diterima dengan tangan terbuka. (Leading Change
dari John Kotter; atau Change dari Rhenald Kasali).
Kesulitan
manajemen perubahan umumnya terjadi karena kita sering melihat organisasi
semata-mata dari kaca mata struktural dan fungsional belaka. Perubahan hanya
dianggap sebagai upaya mengutak-atik bagan organisasi dan merubah job descriptions.
Kenyataannya, dan ini yang sering tidak disadari, organisasi mirip dengan
manusia. Seperti halnya manusia, organisasi adalah sebuah organisme yang
memiliki empat dimensi: material, intelektual, emosional, dan spiritual. Keempat dimensi
tersebut merupakan wujud akumulasi kolektif dari orang-orang yang berada di
dalamnya.
a. Dimensi
material
Aset-aset
strategis perusahaan, terutama investasi dalam skala besar sering menjadi
penghambat perubahan. Setelah uang besar-besaran yang dicurahkan untuk
membangun aset-aset tersebut (pabrik, mesin, gedung), organisasi harus berpikir
ulang untuk mengganti aset-aset tersebut walau realita menunjukkan aset-aset
tersebut sudah ketinggalan jaman.
b. Dimensi
intelektual
Cara
berpikir orang-orang dalam perusahaan sering menjadi penghambat. Cerita-cerita
sukses masa lampau, yang diulang berkali-kali, membuat orang-orang dalam
organisasi percaya cara-cara tersebut ampuh diterapkan dalam segala situasi.
Sialnya, kita sering melupakan tidak ada cara pandang yang berlaku selamanya.
Ketika situasi berubah, cara pandang baru sering dibutuhkan. Kegagalan
memindahkan cara pandang sering membuat organisasi gagal berubah.Dimensi intelektual ini juga tercermin dalam
struktur organisasi, sistem, dan proses-proses organisasi.
c. Dimensi
emosional
Berkaitan
dengan konsep diri dan hubungan-hubungan sosial yang sudah terlanjur kita
bangun. Andaikata Anda seorang ahli mekanik yang sangat dihargai di dunia yang
serba analog, bagaimana perasaan Anda bila perusahaan Anda memutuskan untuk
beralih ke dunia digital? Dalam waktu singkat, seluruh kebanggaan Anda, seluruh
harga diri Anda, akan runtuh. Dalam dunia analog, Anda adalah sumber rujukan.
Kata-kata Anda didengarkan bahkan oleh sang CEO. Di dunia digital? Anda buta
sama sekali. Anda malah sudah harus bersyukur bila tidak dipecat.
Hubungan-hubungan
sosial yang dijalin juga terancam. Ketika reorganisasi dilakukan, teman-teman
dekat kita mungkin akan pindah ke tempat lain; dan kita harus bekerja dengan
orang-orang baru. Sumber kekuasaan berpindah tempat. Kekuasaan Anda mungkin
hilang atau berkurang. Perubahan seperti itu sering menimbulkan keresahan dan
kebingungan.
d. Dimensi
spiritual
Yaitu dimensi yang berkaitan dengan nilai-nilai
perusahaan. Nilai-nilai tersebut terwujud dalam budaya organisasi. Perubahan
pada dimensi ini sering membutuhkan waktu paling lama dibandingkan di
dimensi-dimensi lain. Salah satu alasan utamanya karena dimensi ini sering
tersembunyi dan tidak disadari keberadaannya sampai semuanya sudah terlambat.
Walau topik mengenai budaya organisasi ini sudah mulai sering dibahas,
sayangnya masih sedikit yang benar-benar mengerti bagaimana merubah atau
membentuk budaya organisasi yang diinginkan.
Ada pula pendapat lain tentang dimensi
perubahan organisasi yaitu Komunikasi (Terdapat media komunikasi yang
bersifat reguler dan variatif untuk mensosialisasikan sasaran perubahan; dan
juga mengkomunikasikan sasaran-sasaran yang telah berhasil dicapai); Performance Management (Sistem manajemen
kinerja dan kebijakan pengelolaan SDM diselaraskan untuk mendorong tumbuh
perilaku baru yang sejalan dengan tujuan perubahan); Cultural Capacity (Budaya perusahaan dimodifikasi sesuai dengan
arah baru proses perubahan); Leadership
Capacity (Nilai dan perilaku yang dianut leader sejalan dengan sasaran
perubahan yang ingin dituju; para leader memiliki kapasitas untuk memimpin
proses perubahan); Individual and Team
Capacity (Serangkaian tindakan pengembangan dilakukan untuk meningkatkan
kompetensi yang diperlukan bagi suksesnya proses perubahan).
3. Perubahan
Terencana dan Tidak Terencana
Menurut Greenberg dan
Baron (1997), terdapat beberapa faktor yang merupakan kekuatan dibelakang
kebutuhan akan perubahan. Mereka memisahkan antara perubahan terencana dan
perubahan tidak terencana. Mereka mendefiniskan:
a. Perubahan
terencana (planed change)
Aktivitas perubahan
yang disengaja dan berorientasi pada tujuan, atau sebagai aktivitas yang
dimaksudkan dan sifatnya sengaja dan dirancang untuk memenuhi beberapa tujuan
organisasional. Perubahan
terencana adalah perubahan yang dirancang dan diimplementasikan secara
berurutan dan tepat waktu sebagai antisipasi dari peristiwa di masa mendatang.
Sedangkan perubahan reaktif adalah respons bertahap terhadap peristiwa ketika
muncul. Karena perubahan reaktif dilakukan dengan cepat, maka potensi
terjadinya perubahan cenderung menghasilkan akibat yang tidak diinginkan. Oleh
karena itu, perubahan terencana lebih disukai dibandingkan dengan perubahan
reaktif.
b. Perubahan tidak terencana
(unplanned change)
Pergeseran aktivitas organisasional
karena adanya kekuatan yang sifatnya eksternal, karena adanya kekuatan yang
sifatnya eksternal, karena berada di luar kontrol organisasi. Determinan dari
suatu perubahan tidak terencana dari suatu organisasi antra lain karena adanya
pergeseran dalam tampilan demografis angkatan kerja, respons terhadap
kecenderungan globalisasi, adanya peraturan pemerintah, persaingan ekonomi, dan
perbedaan kinerja.
4.
Fase
Perubahan dalam Organisasi
Suatu perubahan terjadi melalui tahap-tahapnya.
Pertama-tama adanya dorongan dari dalam (dorongan internal), kemudian ada
dorongan dari luar (dorongan eksternal). Untuk manajemen perubahan perlu
diketahui adanya tahapan perubahan. Tahap-tahap manajemen perubahan ada
empat, yaitu:
a. Tahap 1 identifikasi perubahan, diharapkan
seseorang dapat mengenal perubahan apa yang akan dilakukan/terjadi.
Dalam tahap ini seseorang atau kelompok dapat mengenal kebutuhan perubahan dan
mengidentifikasi tipe perubahan.
b. Tahap 2 perencanaan perubahan. Pada tahap ini
harus dianalisis mengenai diagnostik situasional tehnik, pemilihan strategi
umum, dan pemilihan. Dalam proses ini perlu dipertimbangkan adanya factor
pendukung sehingga perubahan dapat terjadi dengan baik.
c. Tahap 3 implementasi perubahan dimana terjadi
proses pencairan, perubahan dan pembekuan yang diharapkan. Apabila suatu
perubahan sedang terjadi kemungkinan timbul masalah. Untuk itu perlu dilakukan
monitoring perubahan.
d. Tahap 4
evaluasi dan umpan balik. Untuk melakukan evaluasi diperlukan
data, oleh karena itu dalam tahap ini dilakukan pengumpulan data dan evaluasi
data tersebut. Hasil evaluasi ini dapat di umpan balik kepada tahap 1
sehingga memberi dampak pada perubahan yang diinginkan berikutnya.
5.
Respon
dalam Perubahan Organisasi
Tantangan dari
perubahan adalah akan banyak masalah yang bisa terjadi ketika perubahan akan
dilakukan. Masalah yang paling sering dan menonjol adalah “penolakan atas
perubahan itu sendiri”. Istilah yang sangat populer dalam manajemen adalah
resistensi perubahan (resistance to change). Penolakan atas
perubahan tidak selalu negatif karena justru karena adanya penolakan tersebut
maka perubahan tidak bisa dilakukan secara sembarangan.
Penolakan atas
perubahan tidak selalu muncul dipermukaan dalam bentuk yang standar. Penolakan
bisa jelas kelihatan (eksplisit) dan segera, misalnya mengajukan protes,
mengancam mogok, demonstrasi, dan sejenisnya; atau bisa juga tersirat
(implisit), dan lambat laun, misalnya loyalitas pada organisasi berkurang,
motivasi kerja menurun, kesalahan kerja meningkat, tingkat absensi meningkat, dan
lain sebagainya.
Sumber
penolakan atas perubahan dapat dikategorikan, yaitu penolakan yang dilakukan
oleh individual (Karena persoalan kepribadian, persepsi, dan kebutuhan,
maka individu punya potensi sebagai sumber penolakan atas perubahan) dan yang
dilakukan oleh kelompok atau
organisasional.
Dalam
Mengatasi Penolakan Atas Perubahan, Coch dan French Jr. mengusulkan ada enam
taktik yang bisa dipakai untuk mengatasi resistensi perubahan yaitu
sebagai berikut:
Pendidikan dan komunikasi, partisipasi, memberikan kemudahan dan dukungan, negosiasi, kooptasi, dan paksaan.
Menurut Wibowo (2006:17-19) resistensi
terhadap perubahan merupakan kecenderungan bagi para pekerja untuk tidak ingin
berjalan seiring dengan perubahan organisasi. Penyebab utama kecenderungan ini
secara umum adalah tidak adanya ability
dan willingness dari para pekerja
tersebut. Ability berarti mempunyai
ketrampilan yang diperlukan dan mengetahui bagaimana menggunakannya dan willingness adalah keinginan yang
menjadi motivasi untuk menerapkan ketrampilan tersebut pada situasi tertentu.
Nihilnya dua hal ini mendorong terwujudnya eskalasi resistensi terhadap
upaya-upaya perubahan.
Menurutnya, respon positif seseorang
terhadap perubahan tersebut dengan lima fase, yaitu Uninformed optimism (Adanya suatu perasaan optimisme secara
diam-diam); Informed pessimism
(Timbulnya peryataan pesimisme terhadap perubahan); Helpful realism (Timbulnya kesadaran bahwa perubahan merupakan
realitas yang harus dihadapi); Informed
optimism (Keberanian untuk menyatakan optimism terhadap perubahan); Completion (Menunjukkan kesediaan ikut
serta dalam proses perubahan)
Sedangkan respon negatif dapat dilakukan
melalui delapan fase, yaitu Stability
(Berdampak pada stabilitas diri); Immobilization
(Pasif); Danial (Penolakan); Anger (Kemarahan); Bergaining (Perundingan); Depression
(Tertekan); Testing (Pengujian); Acceptance (Penerimaan).
Dengan begitu, kalau mengikuti pola
delapan fase di atas, maka saat pertama kali ada rencana perubahan, individu
atau kelompok resistant akan nampak bersahabat, tidak menunjukkan reaksi
kontradiksi, sehingga stabilitas organisasi masih tetap terjaga. Kondisi
seperti ini bagi agen perubahan dalam hal ini adalah Manajer, masih sulit untuk
melihat dan mengidentifikasi pada individu atau kelompok resistant tersebut.
Namun pada fase ke 2 sampai ke 8, kekuatan resistensi akan mulai dirasakan
dalam proses-proses organisasi maupun keputusan-keputusan organisasi. Dengan
begitu upaya-upaya melacak penyebab adanya penolakan tersebut harus cepat
dilakukan, sehingga tingkat penanganan dan penyesuaiannya akan lebih mudah dan
terarah.
6. Mengkomunikasikan dan Mengatur
Perubahan dengan Efektif
Perubahan dalam organisasi hanya dapat diterapkan jika setiap
orang dalam organisasi bertanggung jawab dan menerima untuk mengasimilasi cara
baru dalam melakukan sesuatu. Manajemen perubahan yang efektif akan menjadi
lebih efektif jika seseorang dalam organisasi melihat pentingnya serta dampak
perubahan yang akan membawa mereka sebagai individu dan organisasi menjadi
lebih baik. Hal terpenting adalah pada saat individu menyadari dimana perubahan
dapat membuat mereka menjadi lebih efektif dan menjadi sumber daya yang dapat
diandalkan dalam organisasi, tanpa hal ini mereka dapat menjadi sangat enggan
mengadopsi perubahan baru (John Kotters, 1995).
Jika organisasi mempunyai satu visi yang jelas maka akan
membantu karyawan dan staf bawahan untuk membuat perubahan dengan cara yang
positif. Sedangkan untuk perubahan dalam tim manajemen organisasi yang
berkaitan dengan pengenalan dan penerapan perubahan, maka hendaknya
dikomunikasikan dengan prosedur yang sesuai. Karena memaksa seseorang untuk
mematuhi perubahan baru akan menimbulkan permasalahan dari karyawan.
Selain itu terdapat teknik-teknik pula untuk
mengkomunikasikan perubahan kepada karyawan. Teknik pertama manajer harus
meneliti cara karyawan berperilaku ketika dikenalkan dengan perubahan baru.
Dengan meneliti tiap-tiap karyawan maka seorang manajer akan tahu cara mana
yang paling tepat untuk mengkomunikasikan perlunya perubahan kepada mereka.
Teknik lainnya adalah motivasi tim yakni di mana seorang manajer memberikan
motivasi kepada karyawan mengenai pentingnya kerja sama tim. Selanjutnya,
sebagai seorang manajer harus siap dalam menghadapi perubahan agar lebih mudah
mengajak karyawan untuk menerima perubahan. Sehingga pelaksana perubahan harus
menjadi teladan bagi orang-orang yang ingin mereka ubah (Philip Albon). Teknik
lain yang efektif dalam mengelola perubahan dalam organisasi adalah melibatkan
semua departemen pada saat mengambil keputusan mengenai perubahan yang akan
digunakan. Dengan melakukannya, maka setiap aspek perubahan yang akan dilakukan
akan dianalisa secara kritis sehingga tidak ada satu pun orang yang ada dalam
organisasi yang merasa tertindas.
Dengan menciptakan solusi sederhana yang fleksibel akan
membantu semua orang dalam organisasi untuk menyerap dan mempelajari perubahan
dengan cepat. Organisasi juga akan memanfaatkan sumber daya mereka secara
efektif karena mereka tidak perlu melatih karyawannya. Manajemen yang efektif
dari tantangan dan peluang yang muncul juga merupakan cara lain dalam mengelola
perubahan dalam organisasi, dimana pelatihan dan mentoring individu
menghasilkan kompetensi dalam pekerjaan mereka sehingga dapat menangani
perubahan secara efektif (Colin Coulson – Thomas).
7.
Managing
Change: An Adaptive Approach
Manajamenen perubahan adaptif atau
dikenal sebagai manajemen sumber daya adaptif merupakan bentuk manajemen yang
terstruktur, prosesnya berulang dan kuat dalam mengambil keputusan dalam
ketidakpastian. Tujuannya adaah untuk mengurangi ketidakpastian dari waktu ke
waktu melalui sitem monitoring. Dengan cara ini,
pengambilan keputusan secara bersamaan memenuhi satu atau lebih tujuan
pengelolaan sumber daya dan, baik pasif maupun aktif, timbul informasi yang
dibutuhkan untuk memperbaiki manajemen di masa depan. Pengelolaan adaptif adalah alat yang harus digunakan tidak
hanya untuk mengubah sistem, tetapi juga untuk belajar tentang sistem (Holling
1978). Karena manajemen adaptif didasarkan pada
proses pembelajaran, meningkatkan hasil pengelolaan jangka panjang.
Perubahan adaptif (adaptive change)
merupakan perubahan yang paling rendah tingkat kompleksitasnya, biaya, dan
ketidakpastiannya. Perubahan adaptif menyangkut pelaksanaan perubahan yang
sifatnya berulang di unit organisasi yang sama, atau dengan menirukan perubahan
yang sama oleh unit kerja yang berbeda. Dengan pendekatan perubahan adaptif
diperkenalkan kembali praktek kerja yang sudah terbiasa dilakukan. Orang
cenderung tidak merasakan kekhawatiran terhadap perubahan yang bersifat
adaptif.
Tantangan dalam menggunakan pendekatan
manajemen adaptif terletak dalam menemukan keseimbangan yang tepat antara
memperoleh pengetahuan untuk meningkatkan manajemen di masa depan dan mencapai
hasil jangka pendek terbaik berdasarkan pengetahuan saat ini (Allan &
Stankey: 2009).
Di dalam manajemen adaptif terdapat manajemen adaptif
pasif dan manajemen adaptif aktif dimana hal tersebut tergantung pada bagaimana
pembelajaran berlangsung. Dalam manajemen adaptif pasif hanya belajar
nilai-nilai sejauh meningkatkan hasil keputusan yang diukur dengan fungsi
utilitas yang ditentukan. Sedangkan manajemen adaptif aktif secara eksplisit
menggabungkan pembelajaran sebagai bagian dari fungsi tujuan karena keputusan
yang meningkatkan pembelajaran yang bernilai lebih daripada orang-orang yang
tidak (Holling 1978; Walters 1986).
KESIMPULAN:
Perubahan dalam suatu organisasi sangat
diperlukan mengingat sebuah organisasi itu perlu pengembangan. Untuk mendapatkan
perubahan yang diharapkan ada yang namanya Change Management yaitu merupakan
sebuah proses penyejajaran (alignment) berkelanjutan sebuah organisasi dengan
pasarnya dan melakukanya lebih tanggap dan efektif dari pada para pesaingnya. Dimana
Manajemen Perubahan adalah upaya yang dilakukan untuk mengelola akibat-akibat
yang ditimbulkan karena terjadinya perubahan dalam organisasi. Perubahan
dapat terjadi karena sebab-sebab yang berasal dari dalam maupun dari luar
organisasi tersebut.
Penyempurnaan
dalam organisasi sebagai suatu sarana perubahan yang harus terjadi maka
kemudian secara luas pengembangan organisasi dapat diartikan pula sebagai
perubahan organisasi. Perubahan
organisasi merupakan suatu pendekatan dan teknik perubahan organisasi yang di
dalamnya terkandung suatu proses dan teknologi untuk penyusunan rancangan, arah
dan pelaksanaan perubahan organisasi secara berencana demi mencapai suatu
tujuan yang sama, melakukan berbagai penyesuaian dengan perkembangan zaman yang
terus berkembang dan dapat bertahan dalam perubahan besar dunia.
Perubahan
organisasi ini tentu ada tahap-tahapnya yang secara umum dibagi dalam 4 tahap. Adapun
dimensi-dimensi perubahan dalam organisasi yaitu material, spiritual, emosi,
intelektual yang dipengaruhi oleh Komunikasi,
Performance Management, Cultural Capacity , Leadership Capacity, dan Individual
and Team Capacity. Perubahan itu ada yang terencana dan tidak terencana. Respon
yang didapat juga tidak selalu positif, bahkan ada penolakan yang disebut
resistance. Tetapi setiap perubahan pasti bisa dikomunikasikan secara efektif
untuk mendapatkan sesuatu yang diharapkan.
Daftar pustaka:
Anonim.
(2010). Tips dan cara mengelola manajemen
perubahan. Diakses dari <http://rajapresentasi.com/2010/03/tips-dan-cara-mengelola-manajemen-perubahan/>
diakses pada 20 Mei 2014
Anonim. (2009). 6 Dimensi Kunci dalam Change Management - Manajemen Perubahan. Diakses
dari <http://rajapresentasi.com/2009/07/6-dimensi-kunci-dalam-change-management/#sthash.5JxzEYKd.dpuf>
diakses pada 19 Mei 2014
Arifin.
(2007). Empat dimensi perubahan
organisasi. Diakses dari <://www.itpin.com/blog/empat-dimensi-perubahan-organisasi/>
diakses pada 19 Mei 2014
Budiharto,
A. (2012). Makalah Kelompok 5 (Perubahan
Organisasi) | Teori Organisasi Umum 1. Diakses dari <http://aditb-gunadarma.blogspot.com/2012/11/makalah-kelompok-5-perubahan-organisasi.html>
diakases pada 19 Mei 2014
Simbolon,
FS. (2010). Manajemen Perubahan (Change
Management) | Human Resource Management (HRM)/ Manajemen Sumber Daya Manusia
(MSDM). Diakses dari <http://mgt-sdm.blogspot.com/2010/11/manajemen-perubahan-change-management.html>
diakses pada 19 Mei 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar