Selasa, 20 Mei 2014

PERUBAHAN ORGANISASI

 1. Definisi Perubahan Organisasi
 Menurut Kurt Lewin, perubahan organisasi merupakan suatu yang sistematis yakni perubahan dari suatu topik yang hanya menarik untuk beberapa akademisi dan praktisi menjadi suatu topik yang menarik untuk para eksekutif perusahaan untuk kelangsungan hidup organisasi.

Berdasarkan Buku Change Management karangan Jeff Davidson bahwa Manajemen Perubahan (Change Management) merupakan sebuah proses penyejajaran (alignment) berkelanjutan sebuah organisasi dengan pasarnya dan melakukanya lebih tanggap dan efektif dari pada para pesaingnya. Dimana Manajemen Perubahan adalah upaya yang dilakukan untuk mengelola akibat-akibat yang ditimbulkan karena terjadinya perubahan dalam organisasi. Perubahan  dapat terjadi karena sebab-sebab yang berasal dari dalam maupun dari luar organisasi tersebut.

Hampir semua ahli berpendapat bahwa pengembangan organisasi bertujuan melakukan suatu perubahan. Dengan demikian, penyempurnaan dalam organisasi sebagai suatu sarana perubahan yang harus terjadi maka kemudian secara luas pengembangan organisasi dapat diartikan pula sebagai perubahan organisasi. Ditambahkan pula, perubahan organisasi merupakan suatu pendekatan dan teknik perubahan organisasi yang di dalamnya terkandung suatu proses dan teknologi untuk penyusunan rancangan, arah dan pelaksanaan perubahan organisasi secara berencana.

Perubahan organisasi adalah upaya masyarakat dalam organisasi tersebut, bekerja sama dalam mencapai suatu tujuan yang sama, dengan melakukan perubahan-perubahan organisasi dalam berbagai aspek. Atau melakukan berbagai penyesuaian dengan perkembanagn zaman yang terus berkembang.  Agar tujuanya dapat tercapai, dan dapat bertahan dalam perubahan besar dunia.



2. Dimensi Perubahan

Manajemen perubahan bukanlah proses yang mudah. Perubahan dalam bentuk apapun selalu menyakitkan dan jarang diterima dengan tangan terbuka. (Leading Change dari John Kotter; atau Change dari Rhenald Kasali).

Kesulitan manajemen perubahan umumnya terjadi karena kita sering melihat organisasi semata-mata dari kaca mata struktural dan fungsional belaka. Perubahan hanya dianggap sebagai upaya mengutak-atik bagan organisasi dan merubah job descriptions. Kenyataannya, dan ini yang sering tidak disadari, organisasi mirip dengan manusia. Seperti halnya manusia, organisasi adalah sebuah organisme yang memiliki empat dimensi: material, intelektual, emosional, dan spiritual. Keempat dimensi tersebut merupakan wujud akumulasi kolektif dari orang-orang yang berada di dalamnya. 


a.       Dimensi material
Aset-aset strategis perusahaan, terutama investasi dalam skala besar sering menjadi penghambat perubahan. Setelah uang besar-besaran yang dicurahkan untuk membangun aset-aset tersebut (pabrik, mesin, gedung), organisasi harus berpikir ulang untuk mengganti aset-aset tersebut walau realita menunjukkan aset-aset tersebut sudah ketinggalan jaman.

b.       Dimensi intelektual
Cara berpikir orang-orang dalam perusahaan sering menjadi penghambat. Cerita-cerita sukses masa lampau, yang diulang berkali-kali, membuat orang-orang dalam organisasi percaya cara-cara tersebut ampuh diterapkan dalam segala situasi. Sialnya, kita sering melupakan tidak ada cara pandang yang berlaku selamanya. Ketika situasi berubah, cara pandang baru sering dibutuhkan. Kegagalan memindahkan cara pandang sering membuat organisasi gagal berubah.Dimensi intelektual ini juga tercermin dalam struktur organisasi, sistem, dan proses-proses organisasi.

c.       Dimensi emosional
Berkaitan dengan konsep diri dan hubungan-hubungan sosial yang sudah terlanjur kita bangun. Andaikata Anda seorang ahli mekanik yang sangat dihargai di dunia yang serba analog, bagaimana perasaan Anda bila perusahaan Anda memutuskan untuk beralih ke dunia digital? Dalam waktu singkat, seluruh kebanggaan Anda, seluruh harga diri Anda, akan runtuh. Dalam dunia analog, Anda adalah sumber rujukan. Kata-kata Anda didengarkan bahkan oleh sang CEO. Di dunia digital? Anda buta sama sekali. Anda malah sudah harus bersyukur bila tidak dipecat.
Hubungan-hubungan sosial yang dijalin juga terancam. Ketika reorganisasi dilakukan, teman-teman dekat kita mungkin akan pindah ke tempat lain; dan kita harus bekerja dengan orang-orang baru. Sumber kekuasaan berpindah tempat. Kekuasaan Anda mungkin hilang atau berkurang. Perubahan seperti itu sering menimbulkan keresahan dan kebingungan.
d.   Dimensi spiritual  
Yaitu dimensi yang berkaitan dengan nilai-nilai perusahaan. Nilai-nilai tersebut terwujud dalam budaya organisasi. Perubahan pada dimensi ini sering membutuhkan waktu paling lama dibandingkan di dimensi-dimensi lain. Salah satu alasan utamanya karena dimensi ini sering tersembunyi dan tidak disadari keberadaannya sampai semuanya sudah terlambat. Walau topik mengenai budaya organisasi ini sudah mulai sering dibahas, sayangnya masih sedikit yang benar-benar mengerti bagaimana merubah atau membentuk budaya organisasi yang diinginkan.

Ada pula pendapat lain tentang dimensi perubahan organisasi yaitu Komunikasi (Terdapat media komunikasi yang bersifat reguler dan variatif untuk mensosialisasikan sasaran perubahan; dan juga mengkomunikasikan sasaran-sasaran yang telah berhasil dicapai); Performance Management (Sistem manajemen kinerja dan kebijakan pengelolaan SDM diselaraskan untuk mendorong tumbuh perilaku baru yang sejalan dengan tujuan perubahan); Cultural Capacity (Budaya perusahaan dimodifikasi sesuai dengan arah baru proses perubahan); Leadership Capacity (Nilai dan perilaku yang dianut leader sejalan dengan sasaran perubahan yang ingin dituju; para leader memiliki kapasitas untuk memimpin proses perubahan); Individual and Team Capacity (Serangkaian tindakan pengembangan dilakukan untuk meningkatkan kompetensi yang diperlukan bagi suksesnya proses perubahan).

3.  Perubahan Terencana dan Tidak Terencana
Menurut Greenberg dan Baron (1997), terdapat beberapa faktor yang merupakan kekuatan dibelakang kebutuhan akan perubahan. Mereka memisahkan antara perubahan terencana dan perubahan tidak terencana. Mereka mendefiniskan:

a.       Perubahan terencana (planed change)
Aktivitas perubahan yang disengaja dan berorientasi pada tujuan, atau sebagai aktivitas yang dimaksudkan dan sifatnya sengaja dan dirancang untuk memenuhi beberapa tujuan organisasional. Perubahan terencana adalah perubahan yang dirancang dan diimplementasikan secara berurutan dan tepat waktu sebagai antisipasi dari peristiwa di masa mendatang. Sedangkan perubahan reaktif adalah respons bertahap terhadap peristiwa ketika muncul. Karena perubahan reaktif dilakukan dengan cepat, maka potensi terjadinya perubahan cenderung menghasilkan akibat yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, perubahan terencana lebih disukai dibandingkan dengan perubahan reaktif. 
b.  Perubahan tidak terencana (unplanned change)
Pergeseran aktivitas organisasional karena adanya kekuatan yang sifatnya eksternal, karena adanya kekuatan yang sifatnya eksternal, karena berada di luar kontrol organisasi. Determinan dari suatu perubahan tidak terencana dari suatu organisasi antra lain karena adanya pergeseran dalam tampilan demografis angkatan kerja, respons terhadap kecenderungan globalisasi, adanya peraturan pemerintah, persaingan ekonomi, dan perbedaan kinerja.

4.      Fase Perubahan dalam Organisasi
Suatu perubahan terjadi melalui tahap-tahapnya. Pertama-tama adanya dorongan dari dalam (dorongan internal), kemudian ada dorongan dari luar (dorongan eksternal).  Untuk manajemen perubahan perlu diketahui adanya tahapan perubahan.  Tahap-tahap manajemen perubahan ada empat, yaitu:

a.    Tahap 1 identifikasi perubahan, diharapkan seseorang dapat mengenal perubahan apa yang akan dilakukan/terjadi.  Dalam tahap ini seseorang atau kelompok dapat mengenal kebutuhan perubahan dan mengidentifikasi tipe perubahan.
b.   Tahap 2 perencanaan perubahan. Pada tahap ini harus dianalisis mengenai diagnostik situasional tehnik, pemilihan strategi umum, dan pemilihan. Dalam proses ini perlu dipertimbangkan adanya factor pendukung sehingga perubahan dapat terjadi dengan baik. 
c.      Tahap 3 implementasi perubahan dimana terjadi proses pencairan, perubahan dan pembekuan yang diharapkan. Apabila suatu perubahan sedang terjadi kemungkinan timbul masalah. Untuk itu perlu dilakukan monitoring perubahan.
d.      Tahap 4 evaluasi dan umpan balik. Untuk melakukan evaluasi diperlukan data, oleh karena itu dalam tahap ini dilakukan pengumpulan data dan evaluasi data tersebut.  Hasil evaluasi ini dapat di umpan balik kepada tahap 1 sehingga memberi dampak pada perubahan yang diinginkan berikutnya.
 
5.      Respon dalam Perubahan Organisasi
Tantangan dari perubahan adalah akan banyak masalah yang bisa terjadi ketika perubahan akan dilakukan. Masalah yang paling sering dan menonjol adalah “penolakan atas perubahan itu sendiri”. Istilah yang sangat populer dalam manajemen adalah resistensi perubahan (resistance to change). Penolakan atas perubahan tidak selalu negatif karena justru karena adanya penolakan tersebut maka perubahan tidak bisa dilakukan secara sembarangan.
Penolakan atas perubahan tidak selalu muncul dipermukaan dalam bentuk yang standar. Penolakan bisa jelas kelihatan (eksplisit) dan segera, misalnya mengajukan protes, mengancam mogok, demonstrasi, dan sejenisnya; atau bisa juga tersirat (implisit), dan lambat laun, misalnya loyalitas pada organisasi berkurang, motivasi kerja menurun, kesalahan kerja meningkat, tingkat absensi meningkat, dan lain sebagainya.

Sumber penolakan atas perubahan dapat dikategorikan, yaitu penolakan yang dilakukan oleh individual (Karena persoalan kepribadian, persepsi, dan kebutuhan, maka individu punya potensi sebagai sumber penolakan atas perubahan) dan yang dilakukan oleh kelompok atau organisasional.

Dalam Mengatasi Penolakan Atas Perubahan, Coch dan French Jr. mengusulkan ada enam taktik yang bisa dipakai untuk mengatasi resistensi perubahan yaitu sebagai berikut:

Pendidikan dan komunikasi, partisipasi, memberikan kemudahan dan dukungan, negosiasi, kooptasi, dan paksaan.



Menurut Wibowo (2006:17-19) resistensi terhadap perubahan merupakan kecenderungan bagi para pekerja untuk tidak ingin berjalan seiring dengan perubahan organisasi. Penyebab utama kecenderungan ini secara umum adalah tidak adanya ability dan willingness dari para pekerja tersebut. Ability berarti mempunyai ketrampilan yang diperlukan dan mengetahui bagaimana menggunakannya dan willingness adalah keinginan yang menjadi motivasi untuk menerapkan ketrampilan tersebut pada situasi tertentu. Nihilnya dua hal ini mendorong terwujudnya eskalasi resistensi terhadap upaya-upaya perubahan.
Menurutnya, respon positif seseorang terhadap perubahan tersebut dengan lima fase, yaitu Uninformed optimism (Adanya suatu perasaan optimisme secara diam-diam); Informed pessimism (Timbulnya peryataan pesimisme terhadap perubahan); Helpful realism (Timbulnya kesadaran bahwa perubahan merupakan realitas yang harus dihadapi); Informed optimism (Keberanian untuk menyatakan optimism terhadap perubahan); Completion (Menunjukkan kesediaan ikut serta dalam proses perubahan)
Sedangkan respon negatif dapat dilakukan melalui delapan fase, yaitu Stability (Berdampak pada stabilitas diri); Immobilization (Pasif); Danial (Penolakan); Anger (Kemarahan); Bergaining (Perundingan); Depression (Tertekan); Testing (Pengujian); Acceptance (Penerimaan).
Dengan begitu, kalau mengikuti pola delapan fase di atas, maka saat pertama kali ada rencana perubahan, individu atau kelompok resistant akan nampak bersahabat, tidak menunjukkan reaksi kontradiksi, sehingga stabilitas organisasi masih tetap terjaga. Kondisi seperti ini bagi agen perubahan dalam hal ini adalah Manajer, masih sulit untuk melihat dan mengidentifikasi pada individu atau kelompok resistant tersebut. Namun pada fase ke 2 sampai ke 8, kekuatan resistensi akan mulai dirasakan dalam proses-proses organisasi maupun keputusan-keputusan organisasi. Dengan begitu upaya-upaya melacak penyebab adanya penolakan tersebut harus cepat dilakukan, sehingga tingkat penanganan dan penyesuaiannya akan lebih mudah dan terarah.

 
6.      Mengkomunikasikan dan Mengatur Perubahan dengan Efektif
Perubahan dalam organisasi hanya dapat diterapkan jika setiap orang dalam organisasi bertanggung jawab dan menerima untuk mengasimilasi cara baru dalam melakukan sesuatu. Manajemen perubahan yang efektif akan menjadi lebih efektif jika seseorang dalam organisasi melihat pentingnya serta dampak perubahan yang akan membawa mereka sebagai individu dan organisasi menjadi lebih baik. Hal terpenting adalah pada saat individu menyadari dimana perubahan dapat membuat mereka menjadi lebih efektif dan menjadi sumber daya yang dapat diandalkan dalam organisasi, tanpa hal ini mereka dapat menjadi sangat enggan mengadopsi perubahan baru (John Kotters, 1995).
Jika organisasi mempunyai satu visi yang jelas maka akan membantu karyawan dan staf bawahan untuk membuat perubahan dengan cara yang positif. Sedangkan untuk perubahan dalam tim manajemen organisasi yang berkaitan dengan pengenalan dan penerapan perubahan, maka hendaknya dikomunikasikan dengan prosedur yang sesuai. Karena memaksa seseorang untuk mematuhi perubahan baru akan menimbulkan permasalahan dari karyawan.
Selain itu terdapat teknik-teknik pula untuk mengkomunikasikan perubahan kepada karyawan. Teknik pertama manajer harus meneliti cara karyawan berperilaku ketika dikenalkan dengan perubahan baru. Dengan meneliti tiap-tiap karyawan maka seorang manajer akan tahu cara mana yang paling tepat untuk mengkomunikasikan perlunya perubahan kepada mereka. Teknik lainnya adalah motivasi tim yakni di mana seorang manajer memberikan motivasi kepada karyawan mengenai pentingnya kerja sama tim. Selanjutnya, sebagai seorang manajer harus siap dalam menghadapi perubahan agar lebih mudah mengajak karyawan untuk menerima perubahan. Sehingga pelaksana perubahan harus menjadi teladan bagi orang-orang yang ingin mereka ubah (Philip Albon). Teknik lain yang efektif dalam mengelola perubahan dalam organisasi adalah melibatkan semua departemen pada saat mengambil keputusan mengenai perubahan yang akan digunakan. Dengan melakukannya, maka setiap aspek perubahan yang akan dilakukan akan dianalisa secara kritis sehingga tidak ada satu pun orang yang ada dalam organisasi yang merasa tertindas.
Dengan menciptakan solusi sederhana yang fleksibel akan membantu semua orang dalam organisasi untuk menyerap dan mempelajari perubahan dengan cepat. Organisasi juga akan memanfaatkan sumber daya mereka secara efektif karena mereka tidak perlu melatih karyawannya. Manajemen yang efektif dari tantangan dan peluang yang muncul juga merupakan cara lain dalam mengelola perubahan dalam organisasi, dimana pelatihan dan mentoring individu menghasilkan kompetensi dalam pekerjaan mereka sehingga dapat menangani perubahan secara efektif (Colin Coulson – Thomas).

7.      Managing Change: An Adaptive Approach
Manajamenen perubahan adaptif atau dikenal sebagai manajemen sumber daya adaptif merupakan bentuk manajemen yang terstruktur, prosesnya berulang dan kuat dalam mengambil keputusan dalam ketidakpastian. Tujuannya adaah untuk mengurangi ketidakpastian dari waktu ke waktu melalui sitem monitoring. Dengan cara ini, pengambilan keputusan secara bersamaan memenuhi satu atau lebih tujuan pengelolaan sumber daya dan, baik pasif maupun aktif, timbul informasi yang dibutuhkan untuk memperbaiki manajemen di masa depan. Pengelolaan adaptif adalah alat yang harus digunakan tidak hanya untuk mengubah sistem, tetapi juga untuk belajar tentang sistem (Holling 1978). Karena manajemen adaptif didasarkan pada proses pembelajaran, meningkatkan hasil pengelolaan jangka panjang.
Perubahan adaptif (adaptive change) merupakan perubahan yang paling rendah tingkat kompleksitasnya, biaya, dan ketidakpastiannya. Perubahan adaptif menyangkut pelaksanaan perubahan yang sifatnya berulang di unit organisasi yang sama, atau dengan menirukan perubahan yang sama oleh unit kerja yang berbeda. Dengan pendekatan perubahan adaptif diperkenalkan kembali praktek kerja yang sudah terbiasa dilakukan. Orang cenderung tidak merasakan kekhawatiran terhadap perubahan yang bersifat adaptif.
Tantangan dalam menggunakan pendekatan manajemen adaptif terletak dalam menemukan keseimbangan yang tepat antara memperoleh pengetahuan untuk meningkatkan manajemen di masa depan dan mencapai hasil jangka pendek terbaik berdasarkan pengetahuan saat ini (Allan & Stankey: 2009).
Di dalam manajemen adaptif terdapat manajemen adaptif pasif dan manajemen adaptif aktif dimana hal tersebut tergantung pada bagaimana pembelajaran berlangsung. Dalam manajemen adaptif pasif hanya belajar nilai-nilai sejauh meningkatkan hasil keputusan yang diukur dengan fungsi utilitas yang ditentukan. Sedangkan manajemen adaptif aktif secara eksplisit menggabungkan pembelajaran sebagai bagian dari fungsi tujuan karena keputusan yang meningkatkan pembelajaran yang bernilai lebih daripada orang-orang yang tidak (Holling 1978; Walters 1986).

 

KESIMPULAN:
Perubahan dalam suatu organisasi sangat diperlukan mengingat sebuah organisasi itu perlu pengembangan. Untuk mendapatkan perubahan yang diharapkan ada yang namanya Change Management yaitu merupakan sebuah proses penyejajaran (alignment) berkelanjutan sebuah organisasi dengan pasarnya dan melakukanya lebih tanggap dan efektif dari pada para pesaingnya. Dimana Manajemen Perubahan adalah upaya yang dilakukan untuk mengelola akibat-akibat yang ditimbulkan karena terjadinya perubahan dalam organisasi. Perubahan  dapat terjadi karena sebab-sebab yang berasal dari dalam maupun dari luar organisasi tersebut.
Penyempurnaan dalam organisasi sebagai suatu sarana perubahan yang harus terjadi maka kemudian secara luas pengembangan organisasi dapat diartikan pula sebagai perubahan organisasi. Perubahan organisasi merupakan suatu pendekatan dan teknik perubahan organisasi yang di dalamnya terkandung suatu proses dan teknologi untuk penyusunan rancangan, arah dan pelaksanaan perubahan organisasi secara berencana demi mencapai suatu tujuan yang sama, melakukan berbagai penyesuaian dengan perkembangan zaman yang terus berkembang dan dapat bertahan dalam perubahan besar dunia.
Perubahan organisasi ini tentu ada tahap-tahapnya yang secara umum dibagi dalam 4 tahap. Adapun dimensi-dimensi perubahan dalam organisasi yaitu material, spiritual, emosi, intelektual yang dipengaruhi oleh Komunikasi, Performance Management, Cultural Capacity , Leadership Capacity, dan Individual and Team Capacity. Perubahan itu ada yang terencana dan tidak terencana. Respon yang didapat juga tidak selalu positif, bahkan ada penolakan yang disebut resistance. Tetapi setiap perubahan pasti bisa dikomunikasikan secara efektif untuk mendapatkan sesuatu yang diharapkan.




Daftar pustaka:
Anonim. (2010). Tips dan cara mengelola manajemen perubahan. Diakses dari <http://rajapresentasi.com/2010/03/tips-dan-cara-mengelola-manajemen-perubahan/> diakses pada 20 Mei 2014
Anonim. (2009). 6 Dimensi Kunci dalam Change Management - Manajemen Perubahan. Diakses dari <http://rajapresentasi.com/2009/07/6-dimensi-kunci-dalam-change-management/#sthash.5JxzEYKd.dpuf> diakses pada 19 Mei 2014

Arifin. (2007). Empat dimensi perubahan organisasi. Diakses dari <://www.itpin.com/blog/empat-dimensi-perubahan-organisasi/> diakses pada 19 Mei 2014

Budiharto, A. (2012). Makalah Kelompok 5 (Perubahan Organisasi) | Teori Organisasi Umum 1. Diakses dari <http://aditb-gunadarma.blogspot.com/2012/11/makalah-kelompok-5-perubahan-organisasi.html> diakases pada 19 Mei 2014
Simbolon, FS. (2010). Manajemen Perubahan (Change Management) | Human Resource Management (HRM)/ Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM). Diakses dari <http://mgt-sdm.blogspot.com/2010/11/manajemen-perubahan-change-management.html> diakses pada 19 Mei 2014


Tidak ada komentar:

Posting Komentar